Rabu, 01 Mei 2013

Sejarah Dinasti Umayyah


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib mengakibatkan lahirnya kekuasan yang berpola dinasti atau kerajaan.  Bentuk pemerintahan dinasti atau kerajaan yang cenderung bersifat kekuasaan foedal dan turun temurun, hanya untuk mempertahankan kekuasaan, adanya unsur otoriter, kekuasaan mutlak, kekerasan, diplomasi yang dibumbui dengan tipu daya, dan hilangnya keteladanan Nabi untuk musyawarah dalam menentukan pemimpin merupakan gambaran umum tentang kekuasaan dinasti sesudah khulafaur rasyidin. Dinasti Umayyah merupakan kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan. Perintisan dinasti ini dilakukannya dengan cara menolak pembai’atan terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian ia memilih berperang dan melakukan perdamaian dengan pihak Ali dengan strategi politik yang sangat menguntungkan baginya. Jatuhnya Ali dan naiknya Muawiyah juga disebabkan keberhasilan pihak khawarij (kelompok yang menentang dari Ali) membunuh khalifah Ali, meskipun kemudian tampak kekuasaan dipegang oleh putranya Hasan, namun tanpa dukungan yang kuat dan kondisi politik yang kacau akhirnya kepemimpinannya pun hanya bertahan sampai beberapa bulan. Pada akhirnya Hasan menyerahkan kepemimpinan kepada Muawiyah, namun dengan perjanjian bahwa pemilihan kepemimpinan sesudahnya adalah diserahkan kepada ummat Islam. Perjanjian tersebut dibuat pada tahun 661 M / 41 H dan dikenal dengan nama jama’ah karena perjanjian ini mempersatukan ummat Islam menjadi satu kepemimpinan, namun secara tidak langsung mengubah pola pemerintahan menjadi kerajaan. Meskipun begitu, munculnya Dinasti Umayyah memberikan babak baru dalam kemajuan peradaban Islam, hal itu dibuktikan dengan sumbangan-sumbangannya dalam perluasan wilayah, kemajuan pendidikan, kebudayaan dan lain sebagainya.
B.       Tujuan Makalah
Adapun tujuan kami menyusun makalah ini adalah:
1.    Agar bisa mengetahui bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Umayyah.
2.    Agar bisa mengetahui bagaimana sistem pemerintahan Dinasti Umayyah.
3.    Untuk mengetahui apa saja kemajuan yang dicapai pada masa Dinasti Umayyah.
4.    Untuk mengetahui faktor-faktor  penyebab kemunduran Dinasti Umayyah.
  
BAB II
DINASTI UMAYYAH (662- 750)
A.      Pengertian Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah
Sejarah berdirinya Daulah Umayyah berasal dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, yaitu salah seorang dari pemimpin kabilah Quraisy pada zaman jahiliyah.  Bani Umayyah baru masuk agama Islam setelah mereka tidak menemukan jalan lain selain memasukinya, yaitu ketika Nabi Muhammad berserta beribu-ribu pengikutnya yang benar-benar percaya terhadap kerasulan dan kepemimpinan yang menyerbu masuk ke dalam kota Makkah. Memasuki tahun ke 40 H/660 M, banyak sekali pertikaian politik dikalangan ummat Islam, puncaknya adalah ketika terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib oleh Ibnu Muljam. Setelah khalifah terbunuh, kaum muslimin diwilayah Iraq mengangkat al-Hasan putra tertua Ali sebagai khalifah yang sah. Sementara itu Mu’awiyah sebagi gubernur propinsi Suriah (Damaskus) juga menobatkan dirinya sebagai Khalifah.
Namun karena Hasan ternyata lemah sementara Mu’awiyah bin Abi Sufyan bertambah kuat, maka Hasan bin Ali menyerahkan pemerintahannya kepada mu’awiyyah bin abi sufyan.Mu'awiyah sebagai pendiri dinasti Umayyah adalah putra Abu Sufyan, seorang pemuka Quraisy yang menjadi musuh Nabi Muhammad saw. Mu'awiyah dan keluarga keturunan Bani Umayyah memeluk Islam pada saat terjadi penaklukan kota Makkah. Nabi pernah mengangkatnya sebagai sekretaris pribadi dan Nabi berkenan menikahi saudaranya yang perempuan yang bernama Umi Habibah. Karier politik Mu'awiyah mulai meningkat pada masa pemerintahan Umar Ibn Khattab. Setelah kematian Yazid Ibn Abu Sufyan pada peperangan Yarmuk, Mu'awiyah diangkat menjadi kepala di sebuah kota di Syria. Karena keberhasilan kepemimpinannya, tidak lama kemudian dia diangkat menjadi gubernur Syria oleh khalifah Umar. Mu'awiyah selama menjabat sebagai gubernur Syria, giat melancarkan perluasan wilayah kekuasaan Islam sampai perbatasan wilayah kekuasaan Bizantine.Pada masa pemerintahan khalifah Ali Ibn Abu Thalib, Mu'awiyah terlibat konflik dengan khalifah Ali untuk mempertahankan kedudukannya sebagai gubernur Syria.Sejak saat itu Mu'awiyah mulai berambisi untuk menjadi khalifah dengan mendirikan dinasti Umayyah. Setelah menurunkan Hasan Ibn Ali, Mu'awiyah menjadi penguasa seluruh imperium Islam,dan menaklukan Afrika Utara merupakan peristiwa penting dan bersejarah selama masa kekuasaannya[1].
B.       Sistem Pemerintahan Bani Umayyah
Untuk mengamankan tahtanya dan memperluas batas wilayah Islam, Muawiyah sangat mengandalkan orang-orang Suriah. Para sejarawan mengatakan bahwa orang-orang Suriah itu sangat menjunjung tinggi kesetian terhadap khalifah tersebut.
Sebagai organisator militer, Mu’awiyah adalah yang paling unggul diantara rekan-rekan se-zamannya. Ia mencetak bahan mentah yang berupa pasukan Suriah menjadi satu kekuatan  militer Islam yang terorganisir dan berdisiplin tinggi, ia membangun sebuah Negara yang stabil dan terorganisir. Ketika berkuasa, Muawiyah telah banyak melakukan perubahan besar dan menonjol di dalam pemerintahan negeri waktu itu. Mulai dari pembentukan angkatan darat yang kuat dan efisien, dia juga merupakan khalifah pertama yang yang mendirikan suatu departemen pencatatan (diwanulkhatam)  yang fungsinya adalah sebagai pencatat semua peraturan yang dikeluarkan oleh khalifah. Dia juga telah mendirikan (diwanulbarid) yang memberi tahu pemerintah pusat tentang apa yang sedang terjadi di dalam pemerintahan provinsi. Dengan cara ini, Muawiyah melaksanakan kekuasaan pemerintahan pusat.
Pada 679 M, Mu’awiyah menunjuk puteranya Yazid untuk menjadi penerusnya. Ketika itulah ia memperkenalkan sistem pemerintahan turun temurun yang setelah itu diikuti oleh dinasti-dinasti besar Islam, termasuk dinasti Abbasiyah. 
Pada perkembangan berikutnya, setiap khalifah mengikuti caranya, yaitu menobatkan salah seorang anak atau kerabat sukunya yang dipandang sesuai untuk menjadi penerusnya. Pemindahan kekuasaan Mu’awiyah mengakhiri bentuk demokrasi, kekhalifahan menjadi monarchi heridetis (kerajaan turun temurun), yang di peroleh tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Sikap Mu’awiyah seperti ini di pengaruhi oleh keadaan Syiria selama dia menjadi gubernur disana[2].
Sistem dan model pemerintahan yang diterapkan Dinasti Umayyah ini mengundang kritik keras, terutama dari golongan Khawarij dan Syiah. Sebagian besar khalifahnya sangat fanatik terhadap kearaban dan bahasa Arab yang mereka gunakan. Mereka memandang rendah orang non-Arab dan memposisikan mereka sebagai warga kelas dua. Kondisi tersebut menimbulkan kebencian penduduk non-Muslim kepada Bani Umayyah. Di bidang yudikatif, para qadi (hakim) ditunjuk oleh gubernur setempat yang diangkat oleh khalifah. Ketika Abdul Malik naik tahta, perbaikan di bidang administrasi pemerintahan dan pelayanan umum digalakkan. Ia memerintahkan penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa resmi di setiap kantor pemerintahan. Sebelum itu, bahasa Yunani digunakan di Suriah, bahasa Persia di Persia, dan bahasa Qibti di Mesir.
Pada masa pemerintahan Abdul Malik, para gubernur yang diangkatnya menjalankan fungsinya dengan baik. Gubernur Mesir saat itu, Abdul Aziz bin Marwan, membuat alat pengukur Sungai Nil, membangun jembatan, dan memperluas Masjid Jami Amr bin Ash. Sementara itu, gubernur Irak, Hajjaj bin Yusuf, melakukan perbaikan sistem irigasi dengan mengalirkan air Sungai Tigris dan Eufrat ke seluruh pelosok Irak sehingga kesuburan tanah pertanian terjamin. Ia juga melarang keras perpindahan orang desa ke kota. Kehidupan ekonomi juga dibangun dengan memperbaiki sistem keuangan, alat timbangan, takaran, dan ukuran.
Pada masa Hisyam bin Abdul Malik, seorang gubernur juga mempunyai wewenang penuh dalam hal administrasi politik dan militer dalam provinsinya. Ketika al-Walid I naik tahta menggantikan Abdul Malik, kesejahteraan rakyat mendapat perhatian besar. Ia mengumpulkan anak yatim, memberi mereka jaminan hidup, dan menyediakan guru untuk mengajar mereka. Bagi orang cacat, ia menyediakan pelayan khusus yang diberi gaji. Orang buta diberikan penuntun dan bagi orang lumpuh disediakan perawat. Ia juga mendirikan bangunan khusus untuk orang kusta agar mereka dirawat sesuai dengan persyaratan kesehatan. Al-Walid I juga membangun jalan raya, terutama jalan ke Hedzjaz. Di sepanjang jalan itu, digali sumur untuk menyediakan air bagi orang yang melewati jalan. Untuk mengurus sumur-sumur itu, ia mengangkat pegawai. Pada saat Umar bin Abdul Aziz memerintah, ia melakukan pembersihan di kalangan keluarga Bani Umayyah. Tanah-tanah atau harta lain yang pernah diberikan kepada orang tertentu dimasukkannya ke dalam baitul mal. Terhadap para gubernur dan pejabat yang bertindak sewenang-wenang, ia tidak ragu-ragu mengambil tindakan tegas berupa pemecatan. Kebijakannya di bidang fiskal mendorong orang non-Muslim memeluk agama Islam. Pajak yang dipungut dari orang Nasrani dikurangi. Jizyah atau pajak yang masih dipungut dari orang yang telah masuk Islam di antara mereka dihentikan. Dengan demikian, mereka berbondong-bondong masuk Islam. Selama masa pemerintahannya, Umar bin Abdul Aziz melakukan berbagai perbaikan dan pembangunan sarana pelayanan umum, seperti perbaikan lahan pertanian, penggalian sumur baru, pembangunan jalan, penyediaan tempat penginapan bagi para musafir, memperbanyak masjid, dan sebagainya[3].
C.      Kemajuan yang Dicapai Dimasa Pemerintahan Umayyah
Kemajuan Dinasti Umayyah dilakukan dengan ekspansi, sehingga menjadi negara islam yang  besar dan luas. Dari persatuan berbagai bangsa dibawah naungan islam lahirlah benih-benih kebudayaan dan peradaban islam yang baru. Meskipun demikian, Bani Umayyah lebih banyak memusatkan perhatian pada kebudayaan arab[4] .
pada zaman pemerintahan Abdul Malik, Salih Ibn Abdur Rahman, sekretaris al-Hajjaj, mencoba menjadikan bahasa arab sebagai bahasa resmi di seluruh negeri. Meskipun, bahasa-bahasa asal tidak sepenuhnya dihilangkan. Orang-orang non Arab telah banyak memeluk Islam dan mulai pandai menggunakan bahasa arab. Perhatian bahasa arab mulai diberikan untuk menyempurnakan pengetahuan mereka tentang bahasa arab.Hal inilah yang mendorong lahirnya seorang ahli bahasa seperti Sibawaih. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair arab jahiliyah pun muncul kembali sehingga bidang sastra Arab mengalami kemajuan.
Bidang pembangunan juga di perhatian para khalifah Bani Umayyah. Masjid-masjid di semenanjung Arabia dibangun, katedral st. John di Damaskus diubah menjadi masjid. Dan kadetral di Hims digunakan sekaligus sebagai masjid dan gereja. Selain itu, di masa ini gerakan-gerakan ilmiyah telah berkembang pula, seperti dalam bidang keagamaan, sejarah, dan filsafat. Pusat kegiatan ilmiyah ini adalah Kuffah dan Basrah di Iraq[5] .
Ekspansi ke barat dilakukan secara besar-besaran pada masa pemerintahan Al-Walid ibn Abdul Malik. Pada masa ini dikenal dengan masa ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban. Pada masa pemerintahannya tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya benua Eropa yaitu pada tahun 771 M. Ekspedisi tersebut dipimpin oleh Tariq bin Ziyad dengan menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko dan benua Eropa. Mereka kemudian mendarat di suatu tempat yang dinamakan dengan Gibraltar (jabal tariq).Tariq berhasil mengalahkan tentara Spanyol dan dapat menguasai Kordova, Seville, Elvira, dan Toledo. Pasukan Islam dapat memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Dinasti Umayyah disamping telah berhasil dalam ekspansi teritorialnya sebagaimana disebutkan sebelumnya, dalam berbagai bidang, diantaranya adalah:
Dalam bidang  administrasi pemerintahan meliputi:
1.         Pemisahan kekuasaan. Terjadi dikotomi antara kekuasaan agama dan kekuasaan politik.
2.         Pembagian wilayah. Wilayah kekuasaan terbagi menjadi beberapa provinsi, yaitu: Syiria dan Palestina, Kuffah dan Irak, Basrah dan Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman, Najd dan Yamamah, Arenia, Hijaz, Karman dan India, Egypt (Mesir), Ifriqiyah (Afrika Utara), Yaman dan Arab Selatan,serta Andalusia.
3.         Bidang administrasi pemerintahan. Organisasi tata usaha negara terpecah menjadi bentuk dewan. Departemen pajak dinamakan dengan dewan Al-Kharaj, departemen pos dinamakan dengan dewan Rasail, departemen yang menangani berbagi kepentingan umum dinamakan dengan dewan Musghilat, departemen dokumen negara dinamakan dengan dewan Al- Khatim.
4.         Organisasi keuangan. Terpusat pada baitul maal yang asetnya diperoleh dari pajak tanah, perorangan bagi non muslim. Percetakan uang dilakukan pada khalifah Abdul Malik bin Marwan.
5.         Bidang arsitektur. Terlihat pada kubah Sakhra di Baitul Maqdis, yaitu kubah batu yang didirikan pada masa khalifah Abdul Malik Ibn Marwan pada tahun 691 M.
6.         Bidang pendidikan. Pemerintah memberikan dorongan kuat dalam memajukan pendidikan dengan menyediakan sarana dan prasarana. Hal tersebut dilakukan agar para ilmuan, ulama’ dan seniman mau melakukan pengembangan dalam ilmu yang didalaminya serta dapat melakukan kadernisasi terhadap generasi setelahnya.
Pada masa ini telah dilakukan penyempurnaan penulisan al-Quran dengan memberikan baris dan titik pada huruf-hurufnya. Hal tersebut dilakuakn pada masa pemerintahan Abd Malik Ibn Marwan yang menjadi khalifah antara tahun 685-705M. Pada masa Dinasti ini juga telah dilakukan pembukuan hadist tepatnya pada waktu pemerintahan khalifah Umar Ibn Abd Al-Aziz (99-10 H), mulai saat itu ilmu hadist berkembang dengan sangat pesat. Khalifah-khalifah dinasti Umayyah juga menaruh perhatian pada perkembangan ilmu-ilmu lain, seperti ilmu agama yang mencakup al-Qur’an, hadist,fikih,sejarah dan geografi. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat.Ubaid Ibn Syariyah Al Jurhumi telah berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa seperti nahwu, sharaf, dan lain-lain. Bidang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran. Khalifah Al-Walid mendirikan sekolah kedokteran, ia melarang para penderita kusta meminta-minta di jalan bahkan khalifah menyediakan dana khusus bagi para penderita kusta tersebut, pada masa ini sudah ada jaminan sosial bagi anak-anak yatim dan anak terlantar.
D.      Faktor-Faktor Penyebab Mundurnya Dinasti Umayyah
Kebesaran yang dibangun oleh Daulah Bani Umayyah ternyata tidak dapat menahan kemunduran dinasti yang berkuasa hampir satu abad ini, hal tersebut diakibatkan oleh beberapa factor  yang kemudian mengantarkan pada titik kehancuran. Diantara fakto-faktor tersebut adalah:
1.      Terjadinya pertentangan keras antara kelompok suku Arab Utara (Irak) yang disebut Mudariyah dan suku Arab Selatan (Suriah) Himyariyah,  pertentangan antara kedua kelompok tersebut mencapai puncaknya pada masa Dinasti Umayyah karena para khalifah cenderung berpihak pada satu etnis kelompok.
2.      Ketidakpuasan sejumlah pemeluk Islam non Arab. Mereka yang merupakan pendatang baru dari kalangan bangsa-bangsa yang dikalahkan mendapat sebutan “Mawali”, suatu status yang menggambarakan inferioritas di tengah-tengah keangkuhan orang-orang Arab yang mendapat fasilitas dari penguasa  Umayyah. Mereka bersama-sama orang Arab mengalami beratnya peperangan dan bahkan diatas rata-rata orang Arab, tetapi harapan mereka untuk mendapatkan tunjangan dan hak-hak bernegara tidak dikabulkan. Seperti tunjangan tahunan yang diberikan kepada Mawali ini jumlahnya jauh lebih kecil dibanding tunjangan yang dibayarkan kepada orang Arab.
3.      Konfllik-konflik politik yang melatar belakangi terbentuknya Daulah Umayyah. Kaum syi`ah dan khawarij terus berkembang menjadi gerakan oposisi yang kuat dan sewaktu-waktu dapat mengancam keutuhan kekuasaan  Umayyah. Disamping menguatnya kaum Abbasiyah pada masa akhir-akhir kekuasaan Bani Umayyah yang semula tidak berambisi untuk merebut kekuasaan, bahkan dapat menggeser kedudukan Bani  Umayyah dalam memimpin umat.
Dari penjelasan di atas dapat saya simpulkan bahwa faktor-faktor keruntuhan dinasti Bani Umayyah secara umum ada dua yaitu:
a.       Faktor Internal
Beberapa alasan mendasar yang sangat berpengaruh terhadap keruntuhan Dinasti Umayah adalah karena kekuasaan wilayah yang sangat luas tidak dibaringi dengan komunikasi yang baik, sehingga menyebabkan suatu kejadian yang mengancam keamanan tidak segera diketahui oleh pusat.
Selanjutnya mengenai lemahnya para khalifah yang memimpin. Diantara khalifah-khalifah yang ada, hanya beberapa saja khalifah yang cakap, kuat, dan pandai dalam mengendalikan stabilitas negara. Selain itu, di antara mereka pun hanya bisa mengurung diri di istana dengan hidup bersama gundik-gundik, minum-minuman keras, dan sebagainya. Situasi semacam ini pun mengakibatkan munculnya konflik antar golongan, para wazir dan panglima yang sudah berani korup dan mengendalikan negara.
b.      Faktor Eksternal
Intervensi luar yang berpotensi meruntuhkan kekuasaaan Dinasti Umayah berawal pada saat Umar II berkuasa dengan kebijakan yang lunak, sehingga baik Khawarij maupun Syiah tak ada yang memusuhinya. Namun, segala kelonggaran kebijakan-kebijakan tersebut mendatangkan konsekuensi yang fatal terhadap keamanan pemerintahannya. Semasa pemerintahan Umar II ini, gerakan bawah tanah yang dilakukan oleh Bani Abbas mampu berjalan lancar dengan melakukan berbagai konsolidasi dengan Khawarij dan Syiah yang tidak pernah mengakui keberadaan Dinasti Umayah dari awal. Setelah Umar II wafat, barulah gerakan ini melancarkan permusuhan dengan Dinasti Umayah. Gerakan yang dilancarkan untuk mendirikan pemerintahan Bani Abbasyiah semakin kuat. Pada tahun 446 M mereka memproklamasikan berdirinya pemerintah Abbasyiah, namun Marwan menangkap pemimpinnya yang bernama Ibrahim lalu dibunuh. Setelah dibunuh, pemimpin gerakan diambil alih oleh seorang saudaranya bernama Abul Abbas as-Saffah yang berangkat bersama-sama dengan keluarganya menuju Kuffah. Kedudukan kerajaan Abbasyiah tidak akan tegak berdiri sebelum khalifah-khalifah Umayah tersebut dijatuhkan terlebih dahulu[6].
            As-Saffah mengirim suatu angkatan tentara yang terdiri dari laskar pilihan untuk menentang Marwan, dan mengangkat pamannya Abdullah bin Ali untuk memimpin tentara tersebut. Antara pasukan Abdullah bin Ali dan Marwan pun bertempur dengan begitu sengitnya di lembah Sungai Dzab, yang sampai akhirnya pasukan Marwan pun kalah pada pertempuran itu.
Sepeninggal Marwan, maka benteng terakhir Dinasti Umayah yang diburu Abbasyiah pun tertuju kepada Yazid bin Umar yang berkududukan di Wasit. Namun, pada saat itu Yazid mengambil sikap damai setelah mendengar berita kematian Marwan. Di tengah pengambilan sikap damai itu lantas Yazid ditawari jaminan keselamatan oleh Abu Ja’far al-Mansur yang akhirnya Yazid pun menerima baik tawaran tersebut dan disahkan oleh As-Saffah sebagai jaminannya. Namun, ketika Yazid dan pengikut-pengikutnya telah meletakkan senjata, Abu Muslim al-Khurasani menuliskan sesuatu kepada As-Saffah yang menyebabkan Khalifah Bani Abbasyiah itu membunuh Yazid beserta para pengikutnya.

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dinasti umayyah diambil dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, Dinasti ini sebenarnya mulai dirintis semenjak masa kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan namun baru kemudian berhasil dideklarasikan dan mendapatkan pengakuan kedaulatan oleh seluruh rakyat setelah khalifah Ali terbunuh dan Hasan Ibn Ali yang diangkat oleh kaum muslimin di Irak menyerahkan kekuasaanya pada Muawiyah setelah melakukan perundingan dan perjanjian. Bersatunya ummat muslim dalam satu kepemimpinan pada masa itu disebut dengan tahun jama’ah (‘Am al Jama’ah) tahun 41 H (661 M).
 Pemilihan khalifah dilakukan dengan sistem turun temurun atau kerajaan, hal ini dimulai oleh Umayyah ketika menunjuk anaknya Yazid untuk meneruskan pemerintahan yang dipimpinnya pada tahun 679 M,yang kemudian diikuti oleh dinasti-dinasti besar islam yaitu dinasti Abbasyiah.
 Kemajuan dinasti Umayyah dilakukan dengan ekspansi,sehingga menjadi negara islam yang besar luas serta sangat memperhatikan kemajuan pembangunan. Pada masa pemerintahan Al-walid Ibn Abdul Malik,ekspansi kebarat dilakukan secara besar-besaran,dan pada masa itu dikenal dengan masa ketentraman,kemakmuran dan ketertiban. Pada masa itulah disempurnakan penulisan al-Qur’an dengan memberikan baris dan titik pada huruf-hurufnya.
Kekuasaan Daulah Bani Umayyah mengalami kemunduran,karena adanya dua faktor yang sangat berpengaruh yaitu faktor internal dan eksternal.
B.       Saran
Dari pembahasan makalah diatas kami mangharapkan kritik dan saran dari pembaca sangatlah di perlukan,guna untuk perbaikan dan penyempurnaan tugas pada masa yang akan datang.

DAFTAR PUSATAKA
al-Usairy, Ahmad. 2007. Sejarah IslamJakarta:Akbar.  
Bisri, M. Jaelani. 2007. Ensiklopedi Islam . Yogyakarta: Panji Pustaka.
Murodi. 2004. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang: Karya Toha Putra.
http://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Umayyah.html, diakses tanggal 5 Nopember 2012.
http://mtsbahrululumawipari.wordpress.com/2010/04/21/dinasti-bani umayah/, diakses tanggal 5 Nopember 2012 jam 18:51 WIB.

[1]http://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Umayyah.html, sabtu 05  november 2012
[2]http://mtsbahrululumawipari.wordpress.com/2010/04/21/dinasti-bani-umayah/18:51, sabtu  05 november2012
[3]Ibid
[4]Bisri M. Jaelani, Ensiklopedi Islam (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007), hal. 436
[5]Bisri M. Jaelani, loc. cit. hal. 437
[6] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam (Jakarta:Akbar, 2007), hal. 211.

Sejarah Hidup dan Dakwah Nabi Muhammad


A.KATA PENGANTAR
    Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah yang maha kuasa, sholawat beserta salam sejahtra semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada hakim tertinggi, anti korupsi, jaksa termulya yang adil dan bijaksana sebagai tokoh repormasi global dinia, pengkikis habis segala macam bentuk ajaran komunis dan kapitalis, penghantam segala bentuk kemaksiatan dan kemungkaran ykni Nabi Muhammad SAW.
Penyusun menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini
habis segala macam bentuk ajaran komunis dan kapitalis, penghantam segala bentuk kemaksiatan dan kemungkaran ykni Nabi Muhammad SAW.
Penyusun menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini 
Penyusun menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian penyusun telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karena-Nya, penyusun dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini. Dan penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semuas pembaca.



PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
   Sejarah peradaban Islam merupakan salah satu bidang kajian studi Islam yang banyak menarik perhatian para peneliti baik dari kalangan Muslim maupun non Muslim. Dengan mempelajari sejarah Islam, kita memungkinkan mengetahui masa-masa atau zaman kejayaan Islam, sehingga memungkinkan kita untuk bangga dan percaya diri sebagai umat Islam dan mengambil I’tibar.
 Dalam perjalanan Nabi mengemban wahyu Allah, Nabi menggunakan suatu strategi yang berbeda dari pada waktu di Makkah. Nabi lebih menonjolkan dari segi tauhid dan perbaikan akhlaq tetapi ketika di Madinah Nabi banyak berkecimpung dalam pembinaan/pendidikan sosial masyarakat karena di sana beliau di angkat sebagai Nabi sekaligus kepala Negara
 Di Madinah umat Islam sudah berkembang pesat dan hidup berdampingan dengan non muslim, seperti Yahudi dan Nasrani. Oleh karena itu pendidikan yang diberikan oleh Nabi juga mencakup urusan-urusan muamalah atau tentang kehidupan bermasyarakat dan politik
B.     RUMUSAN MASALAH
 1) Bagaimana sejarah hijrah Nabi Muhammad Saw ke Madinah?
 2) Bagaimana Nabi Muhammad Saw membangun Masyarakat Islam di Madinah?
 3) Bagaimana terbentuknya Piagam Madinah?

 C.TUJUAN PENULISAN
  a.Agar dapat mengetahui Sejarah hidup Nabi Muhamad
  b.Dapat mengetahui kebersihan dakwah Nabi Muhamad

BAB II.
PEMBAHASAN
1. Sejarah Hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah
Pada tahun ke-10 kenabian, banyak peristiwa penting yang terjadi, seperti meninggalnya Khadijah Istri Nabi, menikahnya Nabi dengan Saudah kemudian Aisyah. Pada tahun ini pula Paman Nabi Abu tholib meninggal dunia, dan berakhirnya pemboikotan kafir Quraisy. Tahun ini pula dinamakan Tahun duka cita
Pada tahun ke-11 kenabian, Nabi di Isra’ Mi’rajkan oleh Allah SWT[2]. Setelah berita Isro’ Mi’roj tersebar, ada berbagai respon yang timbul di masyarakat. Bagi orang beriman peristiwa ini semakin mempertebal iman dan keyakinan mereka. Sebaliknya bagi kafir Quraisy berita ini justru dijadikan propaganda untuk mendustakan Nabi, bahkan menganggap Nabi sudah gila.
Ditengah-tengah ujian, cahaya terang datang dari Yatsrib. Sejumlah penduduk dari suku Aus dan Khazraj yang datang berhaji ke Makkah, menghadap Nabi dan menyatakan masuk Islam. Mereka datang dalam tiga gelombang, yaitu:
a. Gelombang pertama pada tahun ke-10 kenabian. Suku Aus dan khazraj ini telah lama bermusuhan. Jika kedua suku yang telah lama bermusuhan ini bisa damai setelah menerima ajaran Islam maka mereka berjanji untuk mendakwahkan Islam di Yatsrib.
b. Gelombang kedua, pada tahun ke-12 kenabian. Delegasi Yatsrib, terdiri dari sepuluh orang suku khazraj dan dua orang suku ’Aus serta seorang wanita menemui Nabi di Aqabah. Di hadapan Nabi mereka menyatakan ikrar kesetiaan. Rombongan ini kemudian kembali ke Yatsrib sebagai juru dakwah dengan ditemani oleh Mus’ab bin Umair yang sengaja diutus Nabi atas permintaan mereka. Ikrar ini disebut perjanjian ’Aqabah pertama. Jadi ’Aqabah pertama adalah ikrar kesetiaan yang dinyatakan oleh delegasi Yatsrib, yang terdiri dari sepuluh orang suku Khazraj dan dua orang suku ‘Aus serta seorang wanita.
 c. Gelombang ketiga, pada musim haji berikutnya, jamaah haji yang datang ke Yasrib berjumlah 73 orang. Atas nama penduduk Yatsrib, mereka meminta pada Nabi agar berkenan pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membela Nabi dari segala macam ancaman. Nabi pun menyetujuinya. Perjanjian ini disebut  ‘Aqabah kedua. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ‘Aqabah kedua adalah permintaan pududuk Yatsrib terhadap Nabi untuk berkenan pindah ke Yatsrib dan aan membela Nabi dari segala ancaman.
  Perjalanan Rasulullah ke Yatsrib, Beliau datang dengan sembunyi-sembunyi ke rumah Abu Bakar, kemudian mereka berdua keluar dari pintu kecil di belakang pintu rumah, menuju sebuah Gua di bukit Tsur sebelah selatan kota Makkah lalu mereka masuk ke gua itu.
 Dalam perjalanan ke Yatsrib Nabi ditemani oleh Abu Bakar. Ketika tiba di Quba, sebuah desa yang letaknya sekitar lima kilometer dari Yatsrib, Nabi istirahat di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah Hindun Nabi membangun sebuah masjid. Inilah masjid pertama yang dibangun Nabi, sebagai pusat peribadatan. Tak lama kemudian Ali menggabungkan diri dengan Nabi. Masjid Quba adalah masjid pertama yang dibangun Nabi sebagai pusat peribadatan.
 Tahun 622 M Nabi sampai di Yatsrib. Dan sejak itu Yatsrib di ubah menjadi Madinatun Nabi yang artinya Kota Nabi. Sering pula disebut Madinatul Munawaroh yang berarti kota yang bercahaya.

2. Nabi Muhammad Saw Membangun Masyarakat Islam Madinah
  Di Madinah kehidupan baru Islam di mulai, usaha yang dilakukan Nabi telah menunjukan hasilnya. Salah satu hasil pertamanya adalah keadaan perang yang telah lama mencekam dua kabilah ‘Aus dan Khazaraj berubah menjadi keadaan damai dan persahabatan.
 Orang-orang muslim yang tinggal di Makkah berangsur-angsur ke Madinah yang dikenal sebagai kaum Muhajirin artinya orang-orang yang hijrah dan orang-orang muslim Madinah di kenal sebagai kaum Anshar artinya penolong.
 Kedudukan Nabi di samping Kepala Agama, juga sebagai Kepala Negara. Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan Negara baru itu, nabi segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, antara lain:
 a. Dasar pertama, pembangunan masjid selain untuk shalat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka. Di samping sebagai tempat bermusyawarah untuk merundingkan masalah-masalah yang dihadapi, masjid juga digunakan sebgai pusat  pada pemerintah masa itu.
 b. Dasar yang kedua adalah Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama muslim), nabi telah mempersaudarakan antara Kaum Muhajirin (orang muslim yang hijrah dari Makkah ke Madinah) dengan Kaum Anshar (penduduk Madinah yang telah masuk Islam). Dengan demikian, Nabi berharap adanya persaudaraan dan kekeluargaan di antara kedua kaumnya terikat satu dengan yang lain. Usaha Rasulullah ini berarti menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama yang menggantikan persaudaraan berdasarkan darah.
 c. Ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam yang terangkum dalam Piagam Madinah.

3. Terbentuknya Piagam/Konstitusi Madinah
 Seperti di Makkah, di Madinah juga terdapat penduduk yang beragama islam, beragama Yahudi serta penduduk yang masih menganut agama nenek moyang mereka (menyembah berhala). Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan Negara Madinah, Nabi Muhammad mengadakan ikatan perjanjian dengan masyarakat non muslim di Madinah. Perjanjian ini disebut Piagam/Konstitusi Madinah.
 Makna piagam berarti surat ketetapan mengenai penghargaan. Piagam Madinah dalam Bahasa Arab disebut Shohifatul Madinah yang artinya konstitusi Madinah atau Perjanjian Madinah.
 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Piagam Madinah adalah sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama yang dikeluarkan oleh orang-orang Yahudi dan orang-orang arab yang masih menganut agama nenek moyang sebagai penduduk mayoritas di Madinah untuk menjaga stabilitas Negara pada saat itu. Piagam ini berisi bahwa setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan.
 Kemerdekaan beragama dijamin dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar. Dalam perjanjian itu Rasulullah juga disebutkan sebagai Kepala Pemerintahan karena beliau telah mengajarkan tentang persamaan manusia tanpa membedakan. Untuk itu, otoritas mutlak sebagai Kepala Pemerintahan mengenai peraturan dan tata tertib umum telah diberikan kepada beliau oleh penduduk setempat.
 Piagam ini terdapat 47 butir perjanjian yang telah disepakati bersama oleh semua golongan di kota Madinah kala itu. Berikut ini adalah isi Piagam Madinah
 1) Mereka adalah satu masyarakat (ummah) yang mandiri, berbeda dari yang lain.
 2) Muhajirin Quraisy, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara kelompok) membayar diyat di kalangan mereka sendiri, dan mereka (sebagai satu kelompok) menerima uang tebusan atas tawanan (tawanan) mereka, (ini harus dilaksanakan) dengan benar dan adil di antara para mu’minin.
 3) Banu ‘Awf, seperti kelaziman mereka masa lalu bersama-sama (secara kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah (sub-clan) menerima tebusan tawanan (tawanan) mereka. (ini harus dilakukan) dengan benar dan adil di kalangan semasa Mu’minin.
 4) Banu al-Hadits, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah (sub clan) menerima tebusan tawanan (tawanan) mereka” : (ini barus dilakukan) dengan benar dan adil di kalangan sesama Mu’minin.
 5) Banu Sa’idah, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah (sub-clan) menerima tebusan tawanan (-tawanan) mereka” : (ini barus dilakukan) dengan benar dan adil di kalangan sesama Mu’minin.
 6) Banu Jusham, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah (sub-clan) menerima tebusan tawanan (-tawanan) mereka” : (ini barus dilakukan) dengan benar dan adil di kalangan sesama Mu’minin.
 7) Banu al-Najar, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah (sub-clan) menerima tebusan tawanan (-tawanan) mereka” : (ini barus dilakukan) dengan benar dan adil di kalangan sesama Mu’minin.
 8) Banu Amir ibn Awf, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah (sub-clan) menerima tebusan tawanan (-tawanan) mereka” : (ini barus dilakukan) dengan benar dan adil di kalangan sesama Mu’minin.
 9) Banu al-Nabit, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah (sub-clan) menerima tebusan tawanan (-tawanan) mereka” : (ini barus dilakukan) dengan benar dan adil di kalangan sesama Mu’minin.
 10) Banu al-Aws, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah (sub-clan) menerima tebusan tawanan (-tawanan) mereka” : (ini barus dilakukan) dengan benar dan adil di kalangan sesama Mu’minin.
 11)  Mu’minin tidak (diperkenankan) menyingkirkan orang yang berhutang tapi harus memberinya (bantuan) menurut kewajaran, bak untuk, (membayar) tebusan maupun untuk (membayar) diyat.
12)  Setiap Mu’min tidak diperkenankan mengangkat sebagai keluarga (halif) mawla (klien) dari seorang mu’min lainnya tanpa kerelaan (induk semangnya).
 13)  Mu’min yang takwa kepada Allah akan bermusuhan dengan siapa saja yang berbuat salah, atau merencanakan berbuat keonaran, dan/atau yang menyebarkan kejahatan, dan/atau yang berbuat dosa, dan/atau bersikap bermusuhan, dan/atau membuat kerusakan di kalangan Mu’minin. Semua orang akan turun tangan walaupun dia (yang berbuat jahat itu adalah) salah seorang anak mereka sendiri.
 14)  Seorang mu’min tidak (perkenankan) membunuh seseorang Mu’min untuk kepentingan kafir, dan tidak (diperkenankan) juga berpihak kepada kafir             (dalam sengketanya dengan) seorang Mu’min.
 15)  Lindungan Allah adalah satu, namun seseorang boleh memberikan perlindungan terhadap orang asing atas tanggung jawabannya sendiri. Sesama Mu’min adalah bersaudara; antara satu sama lain (wajib) bersama-sama menghadapi pengecilan orang luar.
 16)  Siapa saja yahudi yang mau bergabung (berhak) mendapat bantuan dan persamaan (hak). Dia tidak boleh diperlakukan secara buruk dan tidak boleh pula memberikan bantuan kepada musuh-musuh mereka.
 17)  Perdamaian (silm) (di kalangan) Mu’minin tidak dapat dibagi-bagi (dipecah-pecah). Tidak diperkenankan membuat perdamaian terpisah di kalangan orang-orang Mu’minin sedang perang di jalan Allah. Persyaratan haruslah benar dan adil terhadap semua pihak.
 18)  Dalam peperangan, setiap prajurit (kaveleri) harus mengambil gilirannya, saling susul-menyusul.
 19)  Mu’minin harus menuntut balas darah yang tertumpah di jalan Allah. Mu’min yang takwa kepada Allah akan mendapat nikmat bimbingan yangterbaik dan yang paling mulia.
 20)  Tidak ada musyrik (polytheis) yang akan mengambil milik atau diri oarng-orang Quraisy yang berada di bawah proteksinya, tidak pula dia campur tangan terhadap seseorang Mu’min.
 21)  Siapa saja yang menyebabkan terjadinya pembunuhan terhadap seseorang Mu’min tanpa alasan yang benar akan diambil tuntut balas, kecuali keluarganya rela dengan menerima diyat, dan Mu’min akan menghadapinya sebagai seorang oknum, dan mereka terikat untuk mengambil tindakan terhadapnya.
 22)  Adalah suatu perbuatan yang tidak diperkenankan (melanggar hukum) bagi Mu’min yang diberlakukan piagama ini dan beriman kepada Allah serta hari Kiamat, membantu kejahatan dan atau melindunginya. Jika dia melakukannya, maka laknat dan kemurkaan Allah akan menimpa dirinya pada hari bangkit nanti; dan tidak ada taubat serta tebusan yang diterima lagi darinya.
 23)  Kapan saja terjadi perselisihan paham tentang sesuatu masalah di antara anda (orang-orang yang terikat dengan piagam ini), haruslah dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya (untuk diselesaikan).
 24) Yahudi akan menyokong biaya perang selama (dan sepanjang) mereka (ikut) berperang bersama-sama Mu’min.
 25) Yahudi Banu Awf adalah satu umat dengan Mu’min (Yahudi berada dalam agama mereka dan Muslim dalam agama mereka sendiri), (termasuk) orang-orang merdeka di kalangan mereka dan pribadi-pribadi mereka, kecuali mereka yang berperilaku tidak benar dan jahat, karena mereka mengikuti orang-orang yang di luar mereka dan keluarga mereka.
 26) Hal yang sama (seperti tersebut pada pasal 25) diberlakukan juga terhadap orang-orang Yahudi Banu al-Najjar.
 27) Hal yang sama (seperti tersebut pada pasal 25) diberlakukan juga terhadap orang-orang yahudi banu al-Harits.
 28) Hal yang sama (seperti tersebut pada pasa 25) diberlakukan juga terhadap orang-orang banu Sa’idah.
 29) Hal yang sama (seperti tersebut pada pasal 25) diberlakukan juga terhadap orang-orang Yahudibanu Jusham.
 30) Hal yang sama (seperti tersebut pada pasal 25) diberlakukan juga terhadap orang-orang Yahudi banu al-Aws.
 31) Hal yang sama (seperti tersebut pada pasal 25) diberlakukan juga terhadap orang-orang Yahudi banu Tsa’labah.
 32) Hal yang sama (seperti tersebut pada pasal 25) diberlakukan juga terhadap orang-orang Yahudi banu Jafnah thehaifah (Sub-clan) dari banu Tsa’labah.
 33) Hal yang sama (seperti tersebut pada pasal 25) diberlakukan juga terhadap orang-orang Yahudi as Syutaibah. Loyalitas adalah satu perlindungan terhadap pengkhianatan.
 34) Mawla Banu Tsa’labah adalah seperti mereka sendiri.
 35) Teman dekat (bithanah) orang-orang yahudi adalah seperti mereka sendiri.
 36) Tidak boleh seorang pun (anggota ummah) pergi berperang tanpa izin Muhammad saw., namun mereka tidak dicegah mengambil tindakan balas terhadap luka yang diderita oleh seseorang (di antara mereka). Orang yang membunuh seseorang tanpa peringatan (terlebih dahulu sama artinya dengan)membunuh dirinya sendiri dan anak isterinya, kecuali (pembunuhan itu dilakukan) terhadap seseorang yang telah berbuat jahat terhadapnya; karena (hal seperti itu) Allah akan menerimanya.
 37) Yahudi memikul beban biaya mereka sendiri, demikian juga Muslim memikul beban biaya mereka sendiri pula. Setiap pihak harus membantu pihak lain terhadap siapa pun yang menyerang orang-orang yang tersebut dalam piagam ini. Mereka harus nasehat menasehati dan berkonsultasi yang saling menguntungkan; (dan) Loyalitas adalah satu perlindungan terhadap pengkhianatan.
 38) Seorang angota aliansi tidak mempunyai tanggung jawab hukum terhadap kejahatan yang dilakukan oleh orang aliansinya orang yang dizalimi harus dibantu.
 39) Yatsrib akan menjadi tempat suci (pusat pemerintahan) bagi orang-orang tersebut dalam piagam ini.
 40) Orang asing yang berada di bawah perlindungan (jar) sama seperti si pelindungnya (sendiri), tidak melakukan hal-hal yang berbahaya dan terlibat dalam kejahatan.
 41) Seseorang perempuan hanya bisa diberikan perlindungan (tujar) jika ada kerelaan dari keluarganya.
 42) Seandainya ada perselisihan, atau perdebatan yang berkepanjangan yang bisa menimbulkan kesulitan haruslah dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah menerima apa yang paling dekat kepada kesalehan dan kebajikan dalam piagam ini.
 43) Quraisy (jahili) dan penolong-penolongnya tidak boleh diberikan perlindungan.
 44) Pihak-pihak yang terikat dalam persetujuan (ini), berkewajiban untuk saling membantu melawan penyerangan terhadap Yatsrib.
 45) Jika mereka diminta untuk membuat perdamaian dan menjaga perdamaian, mereka haruslah melakukannya; dan jika mereka membuat sebuah tuntutan yang sama terhadap muslim, maka harus (pula) dilaksanakan, kecuali dalam hal jihad. Setiap orang akan mendapat bagiannya dari pihak di mana dia berada.
 46) Yahudi dari al-‘Aws, orang-orang merdeka (di kalangan) mereka dan mereka sendiri, mempunyai kedudukan yang sama dengan orang-orang yang terikat Piagam ini dalam loyalitas yang murni dari orang-orang yang tersebut dalam piagam ini. Loyalitas adalah sebuah perlindungan terhadap penghianatan.
 47) Seseorang yang memperoleh sesuatu (boleh) memilikinya sendiri.
 Tuhan berkenan akan piagam ini. Piagam ini tidak akan melindungi orang yang berbuat jahat dan berdosa. Orang yang pergi berperang dan orang yang tinggal di rumah di dalam kota adalah aman, kecuali yang berbuat jahat dan berdosa.
 Dari 47 butir perjanjian itu dapat disimpulkan berdasarkan beberapa asas sebagai berikut:
 1) Asas kebebasan beragama. Negara mengakui dan melindungi setiap kelompok untuk beribadah menurut agamanya masing-masing.
 2) Asas persamaan. Semua orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota masyarakat, wajib saling membantu dan tidak boleh seorang pun diperlakukan secara buruk. Bahkan orang yang lemah harus dilindungi dan dibantu.
 3) Asas kebersamaan. Semua anggota masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap negara.
 4) Asas keadilan. Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapa hukum. Hukum harus ditegakkan. Siapa pun yang melanggar harus terkena hukuman. Hak individu diakui.
 5) Asas perdamaian yang berkeadilan.
6) Asas musyawarah.


A.   KESIMPULAN
 Dari berbagai keterangan dan referensi dalam Bab I dan II, kita dapat menyimpulkan bahwa:
 1. Latar belakang sejarah Hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah adalah:
 a. Sikap Kaum Quraisy yang menentang dan menghalangi dakwah nabi. Penentangan tersebut dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan cara halus hingga melakukan kekerasan terhadap kaum muslimin.
 b. Suasana kota Makkah yang di nilai tidak kondusif lagi pada saat itu untuk berlangsungnya dakwah Islam, sehingga Nabi berusaha menyebarkan Islam ke luar kota Makkah.
 c. Harapan yang diberikan oleh penduduk Yatsrib (Madinah) untuk setia mendukung dakwah Nabi, pembelaan terhadap nabi dari segala ancaman serta harapan besar dari penduduk Yatsrib agar Nabi bersedia hijrah ke kota tersebut.
 2. Usaha Nabi yang membangun masyarakat Islam Madinah dengan meletakkan dasar-dasar kehidupan yang lebih baik terhadap penduduk setempat, seperti membangun hubungan yang baik dengan penduduk non muslim, telah membuat beliau di angkat sebagai Kepala Agama sekaligus Kepala Pemerintahan.
 3. Piagam Madinah adalah saksi bisu kepawaian Nabi Muhammad sebagai pemimpin semua umat dalam segala bidang baik bidang sosial, politik dan agama.
B.SARAN-SARAN
  
Di Dalam pengupasan makalah yang sangat sederhana ini,besar kemungkinan,telah terdapat banyak kesalahan dan kekeliruan.baik penegetikan penggunaan bahasa,tknis penulisan,maupaun isi makalah.oleh karena itu ,kami sangat mengharapkan kepasa semua pihakbaik bapak dosen pembingbing,maupun gtemen-temen mahasiswa untuk menyempuurnakannya.


DAFTAR PUSTAKA

 Badriyatin. 2007. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
.
 Islam . 2011. Hijrah Nabi ke Madinah. Terdapat di http://unityofislam.blogspot.com/2011/02/hijrah-nabi-pendidikan-islam-ke madinah.html. diakses pada tanggal 31 Oktober 2011.

Jabar,Umar.1994 .Khulashotu Nurul Yaqin.Surabya:PT.Salam Nabhan
[1]Umar Abdul Jabar .Khulshotu Nurul Yaqin,(Surabaya:PT.Salam Nabhan,1994).64
[2]Ibid 1.67.
[3]Badriyanti.Sejara Peradaban Islam.(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada ,2007).
[4]Ibid 3.68
[5]http://unityofislam.blog spot.com/2011/hijrah-nabi-pendidikan-islam –ke-madinah.html
[6]Jabar,Umar Abdul.Khulashotu Nurul Yaqin.(Surabaya:PT.Salam Nabhan ,1994)
[7]Badriyanti.Sejarah Peradaban Islam.(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,2007).
[8]http://unityyofilsam.blogspot .com/2011/hijrah-nabi-pendidikan-islam-ke madinah.html
[9]Badriyanti.Sejarah Peradaban Islam.(JakartaPT.Raja Granfindo Persada ,2007)
[10]http://unityofilsam.blospot .com/2011/hijrah-nabi-pendidikan-islam-ke madinah
[11]Ibid 10.65

[1]Umar Abdul Jabar. Khulashotu Nurul Yaqin. (Surabaya: PT.Salam Nabhan, 1994). 64.
[2] Ibid 1. 67.
[3] Badriyatim. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007).
[4] Ibid 3. 68
[5] http://unityofislam.blogspot.com/2011/02/hijrah-nabi-pendidikan-islam-ke madinah.html.
[6] Jabar, Umar Abdul. Khulashotu Nurul Yaqin. (Surabaya: PT.Salam Nabhan, 1994).
[7] Badriyatin. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007).
[8] http://unityofislam.blogspot.com/2011/02/hijrah-nabi-pendidikan-islam-ke madinah.html.
[9] Badriyatin. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007).
[10] http://unityofislam.blogspot.com/2011/02/hijrah-nabi-pendidikan-islam-ke madinah.html.
[11] Ibid 10. 65.









                                                              


Dakwah dan Hijrah Rasulullah ke Madinah


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dikota Mekkah telah kita ketahui bahwa bangsa Quraisy dengan segala upaya akan melumpuhkan gerakan Muhammad Saw. Hal ini di buktikan dengan pemboikotan yang dilakukan mereka kepada Bani Hasyim dan Bani Mutahlib. Di antara pemboikotan tersebut adalah:
1.      Memutuskan hubungan perkawinan.
2.    Memutuskan hubungan jual beli
3.    Memutuskan hubungan ziarah dan menziarah dan lain-lain. 
Pemboikotan tersebut tertulis di atas kertas shahifah atau plakat yang di gantungkan di kakbah dan tidak akan di cabut sebelum Nabi Muhammad SAW. Menghentikan gerakannya. Nabi Muhammad SAW. Merasakan bahwa tidak lagi sesuai di jadikan pusat dakwah Islam beliau bersama Zaid bin Haritsah hijrah ke Thaif untuk berdakwah ajaran itu ditolak dengan kasar Rasulullah. Di usir, di soraki dan dikejar-kejar sambil di lempari dengan batu. Walaupun terluka dan sakit, Beliau tetap sabar dan berlapang dada serta ikhlas menghadapi cobaan yang sedang di hadapinya.

B.   Rumusan Masalah
1.    Apa Pengertian Dakwah dan Hijrah ?
2.    Bagaimana Keadaan Yatsrib Sebelum Islam Datang ?
3.    Bagaimana Perjalanan Hijrah Rasulullah SAW ke Yatsrib ?
4.    Bagaimana Yatsrib bisa menjadi Madinatun Nabiy ?
5.    Bagaimana Strategi Dakwah Rasulullah di Madinah ?
6.    Apa Saja Hikmah Dakwah dan Hijrah Rasulullah ke Madinah ?

C.   Tujuan Penulisan
1.    Untuk Mengetahui Apa Pengertian Dakwah dan Hijrah.
2.    Untuk Mengetahui Keadaan Yatsrib Sebelum Islam Datang.
3.    Untuk Mengetahui Perjalanan Hijrah Rasulullah SAW ke Yatsrib.
4.    Untuk Mengetahui Bagaimana Yatsrib Bisa Menjadi Madinatun Nabiy.
5.    Untuk Mengetahui Strategi Dakwah Rasulullah di Madinah.
6.    Untuk Mengetahui Hikmah Dakwah dan Hijrah Rasulullah ke Madinah.

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Dakwah dan Hijrah
Dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah SWT sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW ini terjadi pada 12 Rabi’ul Awwal tahun pertama hijrah, yang bertepatan dengan 28 Juni 621 Masehi. Hijrah adalah sebuah peristiwa pindahnya Nabi Muhammad Saw dari Mekkah ke Madinah atas perintah Allah, untuk memperluas wilayah penyebaran Islam dan demi kemajuan Islam itu sendiri.

B.   Fajar dari Yatsrib (Madinah)
Para pengikut Nabi Muhammad SAW di Mekkah jumlahnya lebih sedikit dari sebelumnya. Tetapi Rasulullah tidak pernah menyerah dan berhenti berdakwah. Beliau yakin bahwa Allah akan memenangkan agama-Nya, sekalipun para pengingkar membencinya.
Pada saat-saat gelap ini fajar harapan mulai merekah dari arah yang tidak disangka-sangka oleh seorang pun. Fajar itu menyinsing dari arah Yatsrib (Madinah). Cukup jauh dari Mekkah, Yatsrib merupakan kota yang mempunyai banyak hubungan dengan Rasulullah. Paman-pamannya dari Bani Najjar berasal dari Yatsirb. Ayahnya Abdullah dikuburkan di situ dan ibunya Aminah dikuburkan di sebuah desa yang berdekatan. Beliau pernah pergi ke Yatsrib ketika masih kecil untuk mengunjungi kuburan ayahnya.
Yatsrib adalah kota yang lebih nyaman dibandingkan dengan Mekah, dengan iklim yang sedang dan naungan hijau pepohonan yang rimbun. Penduduknya terdiri dari dua suku al-Aus dan al-Khazraj, terdapat pula beberapa suku beragama Yahudi. Orang Yahudi yang menjadi minoritas, telah menciptakan salah pengertian dan saling membenci antara dua suku tersebut dengan maksud agar tetap aman dan menjadi kekuatan yang dominan. Kedua suku tersebut hidup dalam keadaan saling berperang, berselisih dan menyerang.
1.    Bai’atul Aqabah Pertama
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, banyak penduduk Yatsrib datang sebagai peziarah ke Mekkah. Diantara para peziarah, terdapat enam orang yang sangat terkesan oleh kepribadian dan kata-kata Rasulullah, mereka beranggapan bahwa Rasulullah mampu menolong mereka mengatasi berbagai kerusakan di Yatsrib. Lima dari enam orang tersebut datang dengan membawa tujuh orang temannya menemui Rasulullah.
Dua belas orang tersebut terdiri dari 10 orang suku Khazraj dan 2 orang suku Aus, mereka mewakili sebagian besar pikiran-pikiran orang Yatsrib, dan mereka mengatakan akan membuat perjanjian dengan Rasulullah untuk menerimanya sebagai Nabi dan mematuhinya, serta menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Mereka secara rahasia bersumpah setia kepada Rasulullah, isi perjanjian kesetiaan tersebut adalah:
a.  Tidak akan mempersekutukan Allah
b.  Tidak akan mencuri
c.   Tidak akan berzinah
d.   Tidak akan membunuh anak-anak
e.    Tidak akan fitnah-menfitnah
f.      Tidak akan mendurhakai Rasulullah SAW.
Kemudian Rasulullah mengutus seorang sahabatnya Mush’ab ibn Umair, kepada mereka untuk mengajarkan Al-Qur’an dan praktik-praktik Islam, serta mengajak orang-orang Yatsrib untuk memeluk Islam, akan tetapi ia juga diharapkan memberikan informasi kepada Rasul tentang situasi politik di Yatsrib.
2.    Bai’atul Aqabah Kedua
Beberapa tahun kemudian serombongan muslimin dari Yastrib berjumlah 75 orang terdiri dari 73 laki-laki dan 2 orang perempuan, mereka berkumpul di Aqabah menemui Rasulullah dan melakukan sumpah di hadapan Rasulullah yang di dampingi Pamannya Abbas bin Abdul Muthalib. Isinya antara lain mereka berjanji akan membela dan melindungi Nabi Muhammad SAW sebagai mana mereka melindungi istri dan anak-anak mereka. Acara ini di tutup dengan doa oleh Abbas bin Abdul Muthalib. Pada waktu itu juga orang-orang Yastrib mengharapkan agar Rasulullah hijrah ke Yastrib. Mereka sangat bahagia dan akan membela Rasulullah dan Islam apabila beliau hijrah ke Yastrib.

C.   Hijrah ke Yatsrib
Rencana hijrah Rasulullah diawali karena adanya perjanjian antara Nabi Muhammad SAW dengan orang-orang Yatsrib saat di Mekkah yang terdengar sampai ke kaum Quraisy hingga mereka pun merencanakan untuk membunuh Rasulullah. Pembunuhan itu direncanakan melibatkan semua suku. Setiap suku diwakili oleh seorang pemudanya yang terkuat. Rencana pembunuhan itu terdengar oleh Rasulullah, sehingga ia merencanakan hijrah bersama sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 ekor unta. Sementara Ali bin Abi Thalib diminta untuk menggantikan Rasulullah menempati tempat tidurnya agar kaum Quraisy mengira bahwa Rasulullah masih tidur.
Pada malam hari yang direncanakan, di tengah malam buta Rasulullah keluar dari rumahnya tanpa diketahui oleh para pengepung dari kalangan kaum Quraisy. Rasulullah menemui Abu Bakar yang telah siap menunggu. Mereka berdua keluar dari Mekah menuju sebuah Gua Tsur, kira-kira 3 mil sebelah selatan kota Mekkah. Mereka bersembunyi di gua itu selama 3 hari 3 malam menunggu keadaan aman.
Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai menurun karena mengira Rasulullah sudah sampai di Yatsrib, keluarlah Rasulullah dan Abu Bakar dari persembunyiannya. Pada waktu itu Abdullah bin Uraiqit yang diperintahkan oleh Abu Bakar pun tiba dengan membawa 2 ekor unta yang memang telah dipersiapkan sebelumnya. Berangkatlah Rasulullah bersama Abu Bakar menuju Yatsrib menyusuri pantai Laut Merah, suatu jalan yang tidak pernah ditempuh orang.
Setelah 7 hari perjalanan, Rasulullah dan Abu Bakar tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya 5 km dari Yatsrib. Di desa ini mereka beristirahat selama beberapa hari. Mereka menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini Rasulullah membangun sebuah masjid yang kemudian terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah masjid pertama yang dibangun Rasulullah sebagai pusat peribadatan.
Tidak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Rasulullah. Sementara itu penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya. Menurut perhitungan mereka, berdasarkan perhitungan yang lazim ditempuh orang, seharusnya Rasulullah sudah tiba di Yatsrib. Oleh sebab itu mereka pergi ke tempat-tempat yang tinggi, memandang ke arah Quba, menantikan dan menyongsong kedatangan Rasulullah dan rombongan.
Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan perasaan bahagia, mereka mengelu-elukan kedatangan Rasulullah. Setiap orang ingin agar Rasulullah singgah dan menginap di rumahnya. Tetapi Rasulullah hanya berkata, “Aku akan menginap dimana untaku berhenti. Biarkanlah dia berjalan sekehendak hatinya.”
Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail, di depan rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian Rasulullah memilih rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya Rasulullah tinggal di rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin bergotong-royong membangun rumah untuknya.

D.    Yatsrib Menjadi Madinatun Nabiy
Setelah Rasulullah tiba di Madinah dan diterima dengan sambutan yang hangat, penuh kerinduan, dan rasa hormat oleh penduduk Madinah, pada saat tu juga Rasulullah mengadakan salat jum’at untuk yang pertama kalinya dalam sejarah Islam, dan beliau pun berkhutbah di hadapan kaum Muslimin (Muhajirin dan Anshar). Sejak itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinah an-Nabiy (kota nabi). Orang sering pula menyebutnya Madinah al-Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.
Dengan hijrahnya Rasulullah ke Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang Mekkah menjadi resah. Mereka takut kalau-kalau umat Islam memukul mereka dan membalas kekejaman yang pernah mereka lakukan. Mereka juga khawatir kafilah dagang mereka ke Suriah akan diganggu atau dikuasai oleh kaum muslimin.
Dalam usaha Membentuk Islam di Madinah ini, Rasulullah berjuang untuk memelihara dan mempertahankan masyarakat Islam yang dibinanya itu dari rongrongan musuh, baik dari dalam maupun dari luar. Rasulullah kemudian mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota, baik langsung di bawah pimpinannya maupun tidak. Hamzah bin Abdul Muttalib membawa 30 orang berpatroli ke pesisir Laut Merah. Ubaidah bin Haris membawa 60 orang menuju Wadi Rabiah. Sa'ad bin Abi Waqqas ke Hedzjaz dengan 8 orang Muhajirin. Rasulullah sendiri membawa pasukan ke Abwa dan disana berhasil mengikat perjanjian dengan Bani Damra, kemudian ke Buwat dengan membawa 200 orang Muhajirin dan Anshar, dan ke Usyairiah. Di sini Rasulullah mengadakan perjanjian dengan Bani Mudij.
Ekspedisi-ekspedisi tersebut sengaja digerakkan Rasulullah sebagai aksi-aksi siaga dan melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan negara yang baru dibentuk. Perjanjian perdamaian dengan kabilah dimaksudkan sebagai usaha memperkuat kedudukan Madinah.
1.      Perang Badar
Perang Badar yang merupakan perang antara kaum muslimin Madinah dan kaun musyrikin Quraisy Mekkah terjadi pada tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak dari serangkaian pertikaian yang terjadi antara pihak kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy. Perang ini berkobar setelah berbagai upaya perdamaian yang dilaksanakan Rasulullah gagal.
Tentara muslimin Madinah terdiri dari 313 orang dengan perlengkapan senjata sederhana yang terdiri dari pedang, tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan Rasulullah dan semangat pasukan yang membaja, kaum muslimin keluar sebagai pemenang. Abu Jahal, panglima perang pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Rasulullah sejak awal, tewas dalam perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy, dan 70 orang lainnya menjadi tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14 yang gugur sebagai syuhada. Kemenangan itu sungguh merupakan pertolongan Allah SWT (QS. 3: 123).
Orang-orang Yahudi Madinah tidak senang dengan kemenangan kaum muslimin. Mereka memang tidak pernah sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat antara mereka dan Rasulullah dalam Piagam Madinah.
Sementara itu, dalam menangani persoalan tawanan perang, Rasulullah memutuskan untuk membebaskan para tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan masing-masing. Tawanan yang pandai membaca dan menulis dibebaskan bila bersedia mengajari orang-orang Islam yang masih buta aksara. Namun tawanan yang tidak memiliki kekayaan dan kepandaian apa-apa pun tetap dibebaskan juga.
Tidak lama setelah perang Badar, Rasulullah mengadakan perjanjian dengan suku Badui yang kuat. Mereka ingin menjalin hubungan dengan Rasulullah karena melihat kekuatan Rasulullah. Tetapi ternyata suku-suku itu hanya memuja kekuatan semata.
Sesudah perang Badar, Rasulullah juga menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi Madinah yang berkomplot dengan orang-orang Mekkah. Rasulullah lalu mengusir kaum Yahudi itu ke Suriah.
2.      Perang Uhud
Perang yang terjadi di Bukit Uhud ini berlangsung pada tahun 3 H. Perang ini disebabkan karena keinginan balas dendam orang-orang Quraisy Mekkah yang kalah dalam perang Badar. Pasukan Quraisy, dengan dibantu oleh kabilah Tihama dan Kinanah, membawa 3.000 ekor unta dan 200 pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Tujuh ratus orang di antara mereka memakai baju besi.
Adapun jumlah pasukan Nabi Muhammad SAW hanya berjumlah 700 orang. Perang pun berkobar. Prajurit-prajurit Islam dapat memukul mundur pasukan musuh yang jauh lebih besar itu. Tentara Quraisy mulai mundur dan kocar-kacir meninggalkan harta mereka.
Melihat kemenangan yang sudah di ambang pintu, pasukan pemanah yang ditempatkan oleh Rasulullah di puncak bukit meninggalkan pos mereka dan turun untuk mengambil harta peninggalan musuh. Mereka lupa akan pesan Rasulullah untuk tidak meninggalkan pos mereka dalam keadaan bagaimana pun sebelum diperintahkan. Mereka tidak lagi menghiraukan gerakan musuh. Situasi ini dimanfaatkan musuh untuk segera melancarkan serangan balik. Tanpa konsentrasi penuh, pasukan Islam tak mampu menangkis serangan. Mereka terjepit, dan satu per satu pahlawan Islam berguguran. Rasulullah sendiri terkena serangan musuh.
Sisa-sisa pasukan Islam diselamatkan oleh berita tidak benar yang diterima musuh bahwa Rasulullah sudah meninggal. Berita ini membuat mereka mengendurkan serangan untuk kemudian mengakhiri pertempuran itu. Perang Uhuh ini menyebabkan 70 orang pejuang Islam gugur sebagai syuhada.
3.      Perang Khandaq
Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini merupakan perang antara kaum muslimin Madinah melawan masyarakat Yahudi Madinah yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu dengan masyarakat Mekah. Karena itu perang ini juga disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa suku).
Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000 orang tentara. Salman al-Farisi, sahabat Rasulullah, mengusulkan agar kaum muslimin membuat parit pertahanan di bagian-bagian kota yang terbuka. Karena itulah perang ini disebut sebagai Perang Khandaq yang berarti parit.
Tentara sekutu yang tertahan oleh parit tersebut mengepung Madinah dengan mendirikan perkemahan di luar parit hampir sebulan lamanya. Pengepungan ini cukup membuat masyarakat Madinah menderita karena hubungan mereka dengan dunia luar menjadi terputus. Suasana kritis itu diperparah pula oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi Madinah, yaitu Bani Quraizah, dibawah pimpinan Ka'ab bin Asad.
Namun akhirnya pertolongan Allah SWT menyelamatkan kaum muslimin. Setelah sebulan mengadakan pengepungan, persediaan makanan pihak sekutu berkurang. Sementara itu pada malam hari angin dan badai turun dengan amat kencang, menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh perlengkapan tentara sekutu. Sehingga mereka terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa suatu hasil. Para pengkhianat Yahudi dari Bani Quraizah dijatuhi hukuman mati. Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.
4.      Perjanjian Hudaibiyah
Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan, hasrat kaum muslimin untuk mengunjungi Mekah sangat bergelora. Rasulullah memimpin langsung sekitar 1.400 orang kaum muslimin berangkat umrah pada bulan suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya perang. Untuk itu mereka mengenakan pakaian ihram dan membawa senjata ala kadarnya untuk menjaga diri, bukan untuk berperang.
Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah yang terletak beberapa kilometer dari Mekkah. Orang-orang kafir Quraisy melarang kaum muslimin masuk ke Mekkah dengan menempatkan sejumlah besar tentara untuk berjaga-jaga.
Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara Madinah dan Mekah, yang isinya antara lain:
a. Kedua belah pihak setuju untuk melakukan gencatan senjata selama 10 tahun.
b. Bila ada pihak Quraisy yang menyeberang ke pihak Muhammad, ia harus dikembalikan. Tetapi bila ada pengikut Muhammad SAW yang menyeberang ke pihak Quraisy, pihak Quraisy tidak harus mengembalikannya ke pihak Muhammad SAW.
c.  Tiap kabilah bebas melakukan perjanjian baik dengan pihak Muhammad SAW maupun dengan pihak Quraisy.
d.  Kaum muslimin belum boleh mengunjungi Ka'bah pada tahun tsb, tetapi ditangguhkan sampai tahun berikutnya.
e.  Jika tahun depan kaum muslimin memasuki kota Mekah, orang Quraisy harus keluar lebih dulu.
f.    Kaum muslimin memasuki kota Mekah dengan tidak diizinkan membawa senjata, kecuali pedang di dalam sarungnya, dan tidak boleh tinggal di Mekah lebih dari 3 hari 3 malam.
Tujuan Rasulullah membuat perjanjian tersebut sebenarnya adalah berusaha merebut dan menguasai Mekah, untuk kemudian dari sana menyiarkan Islam ke daerah-daerah lain.
Ada 2 faktor utama yang mendorong kebijaksanaan ini :
a.  Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab, sehingga dengan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam Islam, diharapkan Islam dapat tersebar ke luar.
b.  Apabila suku Quraisy dapat diislamkan, maka Islam akan memperoleh dukungan yang besar, karena orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar di kalangan bangsa Arab.
Setahun kemudian ibadah haji ditunaikan sesuai perjanjian. Banyak orang Quraisy yang masuk Islam setelah menyaksikan ibadah haji yang dilakukan kaum muslimin, disamping juga melihat kemajuan yang dicapai oleh masyarakat Islam Madinah.
Tak lama berselang, Allah yang maha besar, memperlihatkan hasil usaha sungguh sungguh dari seorang Mushaib. Berduyun-duyun manusia berikrar mengesakan Allah dan mengakui Rasulullah sebagai utusan Allah. Jika saat ia pergi ada 12 orang golongan kaum Anshar yang beriman, maka pada musim haji selanjutnya umat muslim Madinah mengirim perwakilan sebanyak 70 orang laki-laki dan 2 orang perempuan ke Makkah untuk menjumpai Nabi yang Ummi. Madinah semarak dengan cahaya.
Usaha gigih yang diperbuat Mushab membuat Benih benih islam tersemai dengan subur di madinah kesungguhan Mus‘ab bin Umair dalam berdakwah. Setiap hari dalam hidupnya senantiasa memberikan konstribusi baru bagi Islam di dalam dakwah dan jihad yang dilakukannya. Beliau adalah dai pertama dalam Islam di kota Madinah. Di tangannyalah sebagian besar penduduk Madinah berhasil diislamkan. Dia adalah peletak pertama fondasi Negara Islam Madinah. Dia adalah kontributor sesungguhnya bagi Islam dan jamaah kaum Muslim.

E.     Strategi Dakwah di Madinah
Beberapa strategi dirangka khusus setibanya Rasulullah s.a.w di Madinah. Semua strategi berpandukan kepada arahan dan tindakan Rasulullah s.a.w serta pengiktirafan baginda terhadap ide-ide daripada para sahabat baginda.
1.      Pembinaan Masjid
Masjid merupakan institusi dakwah pertama yang dibina oleh Rasulullah s.a.w setibanya baginda di Madinah. Ia menjadi nadi pergerakan Islam yang menghubungkan manusia dengan Penciptanya serta manusia sesama manusia. Masjid menjadi lambang akidah umat Islam atas keyakinan tauhid mereka kepada Allah SWT.
Pembinaan masjid dimulakan dengan membersihkan persekitaran kawasan yang dikenali sebagai ‘mirbad’ dan meratakannya sebelum menggali lubang untuk diletakkan batu-batu sebagai asas binaan. Malah, Rasulullah sendiri yang meletakkan batu-batu tersebut. Batu-batu itu kemudiannya disimen dengan tanah liat sehingga menjadi binaan konkrit.
Masjid pertama ini dibina dalam keadaan kekurangan tetapi penuh dengan jiwa ketaqwaan kaum muslimin di kalangan muhajirin dan ansar. Di dalamnya, dibina sebuah mimbar untuk Rasulullah menyampaikan khutbah dan wahyu daripada Allah. Terdapat ruang muamalah yang dipanggil ‘sirda’ untuk pergerakan kaum muslimin melakukan aktiviti kemasyarakatan. Pembinaan masjid ini mengukuhkan lagi dakwah baginda bagi menyebarkan risalah wahyu kepada kaum muslimin serta menjadi pusat perbincangan di kalangan Rasulullah dan para sahabat tentang masalah ummah.
2.      Mengukuhkan Persaudaraan
Rasulullah mengeratkan hubungan di antara Muhajirin dan Ansar sebagai platform mempersatukan persaudaraan di dalam Islam. Jalinan ini diasaskan kepada kesatuan cinta kepada Allah serta pegangan akidah tauhid yang sama. Persaudaraan ini membuktikan kekuatan kaum muslimin melalui pengorbanan yang besar sesama mereka tanpa mengira pangkat, bangsa dan harta. Selain itu, ia turut memadamkan api persengketaan di kalangan suku kaum Aus dan Khajraz.
3.      Pembentukan Piagam Madinah
Madinah sebagai sebuah Negara yang menghimpunkan masyarakat Islam dan Yahudi daripada pelbagai bangsa memerlukan kepada satu perlembagaan khusus yang menjaga kepentingan semua pihak. Justru, Rasulullah telah menyediakan sebuah piagam yang dikenali sebagai Piagam Madinah bagi membentuk sebuah masyarakat di bawah naungan Islam.
Piagam ini mengandungi 32 fasal yang menyentuh segenap aspek kehidupan termasuk akidah, akhlak, kebajikan, undang-undang, kemasyarakatan, ekonomi dan lain-lain. Di dalamnya juga terkandung aspek khusus yang mesti dipatuhi oleh kaum Muslimin seperti tidak mensyirikkan Allah, tolong-menolong sesama mukmin, bertaqwa dan lain-lain. Selain itu, bagi kaum bukan Islam, mereka mestilah berkelakuan baik bagi melayakkan mereka dilindungi oleh kerajaan Islam Madinah serta membayar cukai.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah sama ada Islam atau bukan Islam. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai model Negara Islam yang adil, membangun serta digeruni oleh musuh-musuh Islam.
4.      Strategi Ketentaraan
Peperangan merupakan strategi dakwah Rasulullah di Madinah untuk melebarkan perjuangan Islam ke seluruh pelusuk dunia. Strategi ketenteraan Rasulullah digeruni oleh pihak lawan khususnya puak musyrikin di Mekah dan Negara-negara lain. Antara tindakan strategik baginda menghadapi peperangan ialah persiapan sebelum berlakunya peperangan seperti pengitipan dan maklumat musuh. Ini berlaku dalam peperangan Badar, Rasulullah telah mengutuskan pasukan berani mati seperti Ali bin Abi Talib, Saad Ibnu Waqqash dan Zubair Ibn Awwam bagi mendapatkan maklumat sulit musuh. Maklumat penting musuh memudahkan pasukan tentera Islam bersiap-sedia menghadapi mereka di medan perang.
Rasulullah turut membacakan ayat-ayat al-Quran bagi menggerunkan hati-hati musuh serta menguatkan jiwa kaum Muslimin. Rasulullah juga turut mengambil pandangan daripada para sahabat baginda dalam merangka strategi peperangan. Sebagai contoh, dalam peperangan Badar, baginda bersetuju dengan cadangan Hubab mengenai tempat pertempuran. Hubab mencadangkan agar baginda menduduki tempat di tepi air yang paling dekat dengan musuh agar air boleh diperolehi dengan mudah untuk tentera Islam dan haiwan tunggangan mereka. Dalam perang Khandak, Rasulullah bersetuju dengan pandangan Salman al-Farisi yang berketurunan Parsi berkenaan pembinaan benteng. Strategi ini membantu pasukan tentera Islam berjaya dalam semua peperangan dengan pihak musuh.
5.      Pemberian Cop Mohor
Rasulullah s.a.w mengutuskan surat dan watikah kepada kerajaan – kerajaan luar seperti kerajaan Rom dan Parsi bagi mengembangkan risalah dakwah. Semua surat dan watikah diletakkan cop yang tertulis kalimah la ila ha illahlah wa ana Rasullah. Tujuannya adalah untuk menjelaskan kedudukan Rasulullah s.a.w sebagai utusan Allah dan Nabi di akhir zaman. Dalam watikahnya, baginda turut menyeru agar mereka menyembah Allah dan bersama-sama berjuang untuk Islam sebagai agama yang diiktiraf oleh Allah. Kebanyakan watikah baginda diterima baik oleh kerajaan-kerajaan luar.
6.      Hubungan Luar
Hubungan luar merupakan orientasi penting bagi melabarkan sayap dakwah. Ini terbukti melalui tindakan Rasulullah menghantar para dutanya ke negara-negara luar bagi menjalinkan hubungan baik berteraskan dakwah tauhid kepada Allah. Negara-negara itu termasuklah Mesir, Iraq, Parsi dan Cina. Sejarah turut merakamkan bahawa Saad Ibn Waqqas pernah berdakwah ke negeri Cina sekitar tahun 600 hijrah. Sejak itu, Islam bertebaran di negeri Cina sehingga kini. Antara para sahabat yang menjadi duta Rasulullah ialah Dukyah Kalibi kepada kaisar Rom, Abdullah bin Huzaifah kepada kaisar Hurmuz, Raja Parsi, Jaafar bin Abu Talib kepada Raja Habsyah.
Strategi hubungan luar ini diteruskan pada pemerintahan khalifah Islam selepas kewafatan Rasulullah. Sebagai contoh, pasukan Salehuddin al-Ayubi di bawah pemerintahan Bani Uthmaniah telah berjaya menawan kota suci umat Islam di Baitul Maqdis. Penjajahan dan penerokaan ke Negara-negara luar merupakan strategi dakwah paling berkesan di seluruh dunia.

F.      Hikmah Dakwah Nabi Muhammad SAW di Madinah
Hikmah sejarah dakwah Rasulullah Saw antara lain:
1.      Dengan persaudaraan yang telah dilakukan oleh kaum Muhajirin dan kaum Anshardapatmemberikan rasa aman dan tentram.
2.      Persatuan dan saling menghormati antar agama.
3.      Menumbuh-kembangkan tolong menolong antara yang kuat dan lemah, yang kaya dan miskin.
4.      Memahami bahwa umat Islam harus berpegang menurut aturan Allah SWT.
5.      Memahami dan menyadaribahwa kita wajib agar menjalin hubungan dengan Allah swt danantara manusia dengan manusia.
6.      Kita mendapatkan warisan yang sangat menentukan keselamatan kita baik di dunia maupun diakhirat.
7.      Menjadikan inspirasi dan motivasi dalam menyiarkan agama Islam.
8.      Terciptanya hubungan yang kondusif

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Strategi dakwah Rasulullah s.a.w di Madinah lebih agresif dan besar. Madinah, sebagai Negara Islam pertama menjadi nadi pergerak dakwah Islam ke seluruh dunia. Tapak yang disediakan oleh Rasulullah s.a.w begitu kukuh sehingga menjadi tauladan kepada pemerintahan Islam sehingga kini. Strategi yang bersumberkan kepada dua perundangan utama iaitu al-Quran dan Hadis menjadi intipati kekuatan perancangan Islam dalam menegakkan kalimah Tauhid. Sukses hijrah Nabi Muhammad SAW ditandai, antara lain, keberhasilannya mencerdaskan masyarakat Muslim yang bodoh menjadi umat yang cerdas, menyejahterakan sosial ekonomi umat dan masyarakat dengan asas keadilan dan pemerataan, serta penegakan nilai etik-moral dan norma hukum yang tegas. Pendeknya, Nabi Muhammad SAW berhasil membangun kesalehan ritual yang paralel dengan kesejahteraan material, ketaatan individual yang seiring dengan kepatuhan sosial, dan terwujudnya kesejahteraan duniawiah-temporal yang seimbang dengan keberkahan ukhrawiah yang kekal.
Sebuah fakta sejarah kemudian membuktikan bahwa proses penyebaran Islam dengan dakwah jauh lebih cepat dan berkembang pada periode Madinah ini dibandingkan periode Mekkah. Selain itu juga di Madinah, Rasulullah dan Umat Islam berhasil membangun tata peradaban baru, tata pemerintahan, tata ekonomi dan sosial yang demikian pesat perkembangannya.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Ismail, Tahia; 2001; Sejarah Ringkas Muhammad SAW (diterjemahkan oleh A. Nasir Budiman); Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada.
Rahimsyah, Burhan; Kisah Teladan 25 Nabi & Rasul; Jombang; Lintas Media.
Watt, W. Montgomery; 2006; Muhammad Nabi dan Negarawan (diterjemehkan oleh Djohan Effendi); Depok; Penerbit Mushaf.